Beliau adalah Abu al-Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi dinisbatkan kepada leluhurnya an-Naisaburi dinisbatkan kepada tempat tinggalnya. Beliau dilahirkan pada tahun 204 H sebagaimana disebutkan di dalam Khulashat Tahdzib al-Kamal oleh al-Khazraji dan juga menurut Tahdzib at-Tahdzib dan Taqrib at-Tahdzib yang keduanya adalah karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, demikian pula yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah.
Ibnu Katsir menceritakan setelah menjelaskan tahun kematiannya yaitu pada tahun 261 H, “Beliau dilahirkan pada tahun yang sama dengan tahun wafatnya as-Syafi’i yaitu pada tahun 204 H. Dan beliau diberi umur 57 tahun, semoga Allah ta’ala merahmatinya.” Namun ada juga yang berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan wafat dalam usia 55 tahun sebagaimana dinukil oleh Ibnu Khollikan dari kitab Ulama al-Amshar karya Abu Abdillah an-Naisaburi al-Hakim dengan tahun wafat yang sama yaitu tahun 261 H.
Beliau sudah memulai mendengarkan hadits sejak tahun 218 H (berarti usia beliau ketika itu 12 atau 14 tahun, artinya beliau masih remaja) sebagaimana dijelaskan di dalam Tadzkirat al-Hufazh karya adz-Dzahabi. Dan beliau pun mengadakan berbagai perjalanan untuk mencari hadits ke berbagai daerah, di antaranya ke Iraq, Hijaz, Syam, dan Mesir. Beliau meriwayatkan dari banyak guru, di antara sekian banyak gurunya yang paling banyak dia sebutkan riwayat mereka di dalam Kitab Shahihnya ada 10 orang, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam biografi beliau di Tahdzib at-Tahdzib yaitu :
1. Abu Bakr bin Abu Syaibah (1540 hadits)
2. Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb (1281 hadits)
3. Muhammad bin al-Mutsanna yang dijuluki dengan az-Zaman (772 hadits)
4. Qutaibah bin Sa’id (668 hadits)
5. Muhammad bin Abdullah bin Numair (573 hadits)
6. Abu Kuraib Muhammad bin al-’Alla’ bin Kuraib (556 hadits)
7. Muhammad bin Basyar yang dijuluki Bundar (460 hadits)
8. Muhammad bin Rafi’ an-Naisaburi (362 hadits)
9. Muhammad bin Hatim yang dijuluki as-Samin (300 hadits)
10. Ali bin Hujr as-Sa’di (188 hadits)
Sepuluh orang guru Imam Muslim ini juga menjadi narasumber periwayatan Bukhari secara langsung di dalam Shahihnya kecuali satu orang yaitu Muhammad bin Hatim, ini artinya sembilan orang selainnya adalah termasuk guru dari Bukhari dan Muslim. Abu Amr bin Shalah di dalam Ulum al-Hadits mengatakan, “Muslim itu, meskipun dia mengambil ilmu dari Bukhari dan memetik banyak pelajaran darinya namun ternyata dia juga berguru kepada banyak gurunya Bukhari pula.”
Imam Bukhari adalah termasuk guru Imam Muslim yang paling menonjol dan memiliki peran yang besar dalam mengajarkan hadits dan mengokohkan pemahamannya terhadap ilmu ini, dan beliau adalah sosok yang menanamkan untuk senantiasa meneliti kebenaran berita/hadits. Meskipun demikian, di dalam Kitab Shahihnya Muslim sama sekali tidak menyebutkan satupun periwayatan dari Bukhari. Hal itu dilakukan oleh beliau dimungkinkan karena dua alasan :
1. Agar mendapatkan sanad hadits yang lebih tinggi, hal itu dikarenakan memang banyak guru Imam Bukhari yang juga menjadi guru Imam Muslim sehingga kalau seandainya dia juga menyebutkan Bukhari -padahal sebenarnya dia mendengar langsung dari gurunya Bukhari- maka niscaya rantai sanadnya akan semakin bertambah panjang dan semakin bertambah jauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab keinginan kedekatan jalur periwayatan dengan Rasulullah inilah maka beliau tidak meriwayatkan dari Bukhari di dalam kitab Shahihnya ini
2. Imam Muslim rahimahullah merasa prihatin dengan sikap sebagian ulama yang mencampuradukkan antara hadits sahih dengan hadits yang lemah dengan tidak membedakan antara keduanya. Oleh karena itulah beliau memfokuskan perhatiannya untuk memisahkan hadits-hadits sahih ini dari hadits-hadits yang lemah, sebagaimana hal itu beliau jelaskan di dalam mukadimahnya. Sehingga apa yang disebutkan oleh Bukhari telah cukup baginya sehingga tidak perlu lagi diulang olehnya, dikarenakan beliau (Imam Bukhari) juga begitu perhatian dalam mengumpulkan hadits-hadits yang sahih dengan kehati-hatian yang sangat ketat dan penelitian yang lebih jeli
Imam Muslim memiliki banyak murid, sebagaimana disebutkan di dalam Tahdzib at-Tahdzib di antara mereka adalah :
1. Abul Fadhl Ahmad bin Salamah
2. Ibrahim bin Abu Thalib
3. Abu Amr al-Khaffaf
4. Husain bin Muhammad al-Qabani
5. Abu Amr al-Mustamli
6. Shalih bin Muhammad al-Hafizh
7. Ali bin al-Hasan al-Hilali (juga termasuk gurunya)
8. Muhammad bin Abdul Wahhab al-Farra’ (juga termasuk gurunya)
9. Ali bin al-Husain bin al-Junaid
10. Ibnu Khuzaimah
11. Ibnu Sho’id
12. Muhammad bin Abdu bin Humaid, dan lain-lain
Imam Tirmidzi meriwayatkan darinya satu hadits saja di dalam kitab Jami’nya yang dikeluarkan di dalam Kitab Shiyam ‘Bab mengenai menghitung hilal bulan Sya’ban untuk menentukan masuknya Ramadhan’, yaitu hadits yang dibawakannya; Muslim bin Hajjaj menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yahya bin Yahya menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Mu’awiyah menuturkan kepada kami dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hitunglah hilal masuknya Sya’ban untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan nanti.”
al-’Iraqi mengatakan -sebagaimana dinukil oleh al-Mubarakfuri di dalam Tuhfat al-Ahwadzi ketika menjelaskan hadits ini- “Penyusun tidak meriwayatkan di dalam kitabnya ini satu hadits pun dari Muslim sang pemilik kitab Shahih selain hadits ini. Dan ini merupakan periwayatan dari sesama rekan belajar, karena mereka berdua (Muslim dan Tirmdzi) belajar kepada banyak guru yang sama.” Hal serupa juga dikatakan oleh Ibnu Hajar di dalam Tahdzib at-Tahdzib dan al-Khazraji di dalam Khulashat Tahdzib al-Kamal. Oleh sebab itulah Ibnu Hajar dan al-Khazraji memasukkan Muslim dalam kategori perawi hadits Tirmidzi hanya karena satu hadits ini.
Gurunya Muhammad bin Abdul Wahhab al-Farra’ berkata tentang Imam Muslim, “Muslim termasuk ulama kaum muslimin dan penjaga ilmu, aku tidak mengetahui dirinya melainkan dia adalah orang yang baik.” Ibnul Akhram mengatakan, “Sesungguhnya kota kita ini -Naisabur- hanya menghasilkan tiga orang tokoh pemuka periwayatan hadits yaitu; Muhammad bin Yahya, Ibrahim bin Abu Thalib, dan Muslim.” Maslamah bin Qasim mengatakan, “Beliau adalah orang yang terpercaya/tsiqah dan memiliki kedudukan yang sangat mulia, dan tergolong jajaran para imam.” Salah seorang gurunya yaitu Bundar -nama aslinya Muhammad bin Basyar- mengatakan, “Juru penghafal ada empat orang; Abu Zur’ah, Muhammad bin Isma’il, ad-Darimi, dan Muslim.” Ishaq bin Manshur pernah mengatakan, “Tidak akan lenyap kebaikan dari kami selama Allah masih menghidupkan dirimu di kalangan kaum muslimin.” Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim mengedepankan Muslim bin Hajjaj dalam hal pengetahuannya mengenai hadits-hadits yang shahih dibandingkan para masyayikh yang lain di masa mereka.” adz-Dzahabi mengatakan mengenai beliau, “Abul Husain an-Naisaburi, seorang hafizh dan salah satu pilar penopang hadits.”
Imam Muslim memiliki pekerjaan berdagang pakaian sebagaimana disebutkan di dalam Tahdzib at-Tahdzib. Beliau menulis kitab Shahihnya dari 300 ribu hadits yang pernah didengarnya. Dan beliau menghabiskan waktu selama lima belas tahun untuk menyusun dan meneliti riwayat-riwayatnya. Miki bin Abdan menceritakan; Aku mendengar Muslim mengatakan, “Aku tunjukkan kitabku ini kepada Abu Zur’ah ar-Razi, maka setiap hadits yang dia isyaratkan mengandung ‘illah/cacat hadits maka aku tinggalkan, dan setiap hadits yang dikatakan olehnya sahih dan tidak ada ‘illahnya maka aku cantumkan hadits itu.” Dari satu sisi, hal ini menunjukkan kehati-hatian Imam Muslim yang sangat ketat dalam meriwayatkan hadits. Dan dari sisi yang lain, hal ini juga menunjukkan sikap tawadhu’ beliau dan keinginan yang tulus untuk mencari kebenaran. Miki bin Abdan juga menceritakan; Aku mendengar Muslim bin Hajjaj mengatakan, “Seandainya para ulama hadits menghabiskan waktu mereka selama dua ratus tahun maka inti dari apa yang mereka kumpulkan itu sudah ada di dalam Musnad ini.” Maksudnya adalah kitab Shahihnya tersebut.
Shahih Muslim menempati rangking kedua setelah Shahih Bukhari. Maka kitab ini termasuk satu di antara dua buah kitab yang paling sahih setelah Kitabullah. Jumlah hadits tanpa pengulangan yang terdapat di dalam Shahih Muslim menurut penghitungan an-Nawawi di dalam at-Taqrib adalah sekitar 4000 hadits. Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi jumlahnya adalah 3033 hadits. Adapun apabila dihitung beserta hadits-hadits serupa dengan berbagai jalur periwayatannya maka jumlah hadits yang ada di dalamnya lebih banyak daripada hadits dalam Shahih Bukhari, jumlah hadits dalam Shahih Muslim menurut penuturan Ahmad bin Salamah (salah seorang rekan sekaligus muridnya) adalah 12 ribu hadits. Berbeda dengan Shahih Bukhari, Shahih Muslim hanya mencantumkan sedikit hadits-hadits mu’allaq, an-Nawawi di dalam Muaqadimah Syarahnya menyebutkan bahwa di dalam Shahihnya ini Muslim hanya menyebutkan hadits mu’allaq di 14 tempat.
Inilah sekilas tentang Imam Muslim dan karyanya, semoga Allah membalas kebaikannya dengan sebaik-baik balasan dan menjadikan kita sebagai penerus perjuangannya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
Diambil dari al-Imam Muslim wa Shahihuhu
karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
Penerbit Jami’ah Islamiyah Madinah
islamspirit.com